Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ini 5 Tradisi Menyambut Malam Satu Suro di Berbagai Daerah

26 June, 2025 | June 26, 2025 WIB Last Updated 2025-06-26T08:10:04Z



Tradisi Malam Satu Suro, Cara Masyarakat Memperingatinya di Berbagai Daerah


Jambitransnews.com,- Malam 1 Suro merupakan malam yang sangat sakral dan penuh makna bagi masyarakat Jawa. Istilah “Suro” berasal dari kata “Sura” dalam penanggalan Hijriah yang kemudian diserap dalam perhitungan Jawa sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa Islam. 

Menurut buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa, Muhammad Sholikhin, (2010), Malam Satu Suro adalah malam menjelang tanggal 1 bulan Suro, yaitu 1 Muharram dalam kalender Hijriah. 

Meskipun berakar pada perhitungan Islam, perayaan Malam 1 Suro bukan hanya bersifat keagamaan, tetapi juga merupakan momen spiritual, budaya, dan mistis. Tradisi ini menjadi salah satu bentuk percampuran antara kepercayaan Islam dan kepercayaan Jawa kuno.

Beberapa tradisi Malam Satu Suro yang masih dilakukan hingga saat ini di berbagai daerah adalah:

1. Tapa Bisu

Ini adalah ritual yang dilakukan di Keraton Yogyakarta. Dalam ritual ini, para abdi dalem dan masyarakat berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton tanpa berbicara sepatah kata pun, tanpa makan dan minum, bahkan tanpa alas kaki. Mereka melakukannya sambil membawa doa dan harapan untuk keselamatan diri dan negara. 

2. Kirab Pusaka di Keraton Surakarta 

Keraton Kasunanan Surakarta juga menggelar prosesi kirab. Sekitar 14 pusaka keraton, termasuk Kebo Bule yang dikeramatkan, akan diarak keliling dalam kirab sakral sebagai lambang keberlanjutan spiritual dan kekuatan budaya lintas generasi.

3. Jamasan Pusaka

Ritual ini berupa pencucian benda-benda pusaka, dilakukan mulai dari Solo, Magelang, Blitar, hingga daerah pesisir. Biasanya pencucian melalui tujuh tahapan sebagai bentuk penghormatan terhadap asal-usul pusaka (susilaning nglolos dhuwung). Pencucian menggunakan abu, jeruk nipis, hingga pemakaian minyak dan bunga harum. 

4. Perenungan Malam di Gunung Lawu

Gunung Lawu menjadi tujuan spiritual banyak peziarah saat malam Satu Suro. Para pelaku spiritual biasanya menginap di lereng gunung, melakukan semedi atau meditasi, dan mengikuti berbagai ritual batin. Aktivitas ini dianggap sebagai upaya pencarian ketenangan jiwa dan pencerahan spiritual.

5. Upacara Tradisional di Banyuwangi 

Di Banyuwangi, masyarakat suku Osing menyelenggarakan upacara penolak bala yang terdiri dari doa bersama, pembacaan mantra, hingga pemberian sedekah. Semuanya dilakukan sebagai bentuk harapan agar terhindar dari energi buruk di tahun yang baru. 

Melalui berbagai tradisi Malam Satu Suro, masyarakat merayakan tahun baru Islam sekaligus mengisinya dengan doa dan harapan untuk keselamatan dan kedamaian. Ini adalah momen yang tepat untuk menyepi, merenung, dan menyucikan diri.(*)


Sumber : Kumparan.com


×
Berita Terbaru Update