Penulis : Erman Tale Daulay
Jambitransnews.com,- Minggu pagi di hamparan sawah di desa-desa Padang Bolak, Tapanuli Selatan, era 80-an. Matahari mulai menembus celah-celah pepohonan bambu yang rimbun, menyinari wajah-wajah para petani yang tengah membajak sawah dengan puluhan sapi/kerbau yang mereka sebut "marlocca". Teriakan "Adope, sapputar nai!" (Ayo semangat, tinggal seputar lagi!) terdengar bising, saling sahut-menyahut di antara mereka.
Marlocca, kegiatan membajak sawah yang telah menjadi tradisi di desa Padang Bolak. Mereka menggunakan sapi/kerbau untuk menggemburkan tanah yang padat keras, agar mudah dipacul dan siap untuk ditanami padi. Proses ini tidaklah mudah, membutuhkan kekuatan dan kesabaran. Para petani laki-laki memimpin barisan, sementara istri dan anak-anak mereka memacu sapi dari belakang, menjaga agar tidak ada yang kabur.
"Ayo, Bolang! Masuk! Jangan buat aku marah!" teriak seorang ayah kepada sapinya yang berkulit belang yang mencoba kabur. Sapi itu seolah-olah mengerti perintahnya, menuruti perintah dan kembali ke barisan. Anak laki-laki yang menjaga sapi dari samping berlari cepat, berusaha menghalau sapi yang mau kabur. Namun, si ayah lebih cepat, dengan cambuk di tangan, dia mengejar sapi yang kabur sambil menghardiknya agar kembali ke barisan.
Di tengah kesibukan itu, seorang ibu hamil tujuh bulan juga turut serta. Dengan perut yang sudah membuncit, dia berlari terengah-engah mengejar sapi yang kabur. Saya khawatir dia akan melahirkan di pematang sawah. Tapi Ibu itu tidak punya pilihan, karena kurangnya personil untuk menjaga sapi. "Aha dope, sapputar nai, olat bo!" teriaknya bersama-sama dengan yang lain, semangat dan gembira meskipun lelah. Tetapi anak-anak tetap was-was dimarahi si Ayah kalau kecolongan ada sapi yang kabur.
Mereka bekerja keras, menggemburkan tanah yang telah berbulan-bulan kerontang. Tapi di balik lelah dan kerasnya pekerjaan, ada kebersamaan dan keakraban yang tidak ternilai. Mereka bekerja sama, saling membantu, dan mendukung satu sama lain. Ini bukan hanya tentang pekerjaan, tapi tentang kehidupan dan kebersamaan. Apalagi saat acara "pinuk kopi" menyantap conop pisang, bubur nasi dan sum-sum rasa lelah hilang seketika. Nostalgia yang telah hilang!.(*)
Redaksi