Penulis :Erman Tale Daulay.
Jambitransnews.com,- Daya beli rendah, praktis pertanian padi dengan IP 100 alias sekali setahun panen. Begitulah kehidupan mayoritas warga Padang Bolak pada era 70-80-an. Anak-anak seperti kami tidak dibekali jajan harian sekolah, hanya sekali seminggu bertepatan dengan pasar keliling yang kami sebut "hari poken."
Namun, ada satu keistimewaan yang kami tunggu-tunggu: ketika kami sakit demam alias marun. Orangtua kami akan memanjakan kami dengan iming-iming kalau sudah sembuh akan dibelikan celana baru. Kala itiu lagi musim celana kanvas atau salju. Tradisi pengobatan pun dilakukan dengan memberikan limun yang diberi pel naspro, dan bagi yang berduit, lengkap dengan roti mari. Bagi yang ekonomi terbatas, cukup limun dan naspro. Saat naspro dicelupkan ke botol limun seketika memuncratkan busa dari lobang botol. Itu bikin ngiler. Makanya anak-anak yang sudah lama gak marun berucap, "por rohakku marun da. Inda hona siar dohot ditabusan limun."
Selepas minum limun yang sangat dirindukan itu, kami disuruh "markupkup" atau membalut tubuh dengan kain secara penuh agar keringat bercucuran. Durasi markupkup itu tergantung kode dari kami dengan teriak, "Umaaa!!! madung hodokan au." Mendengar kami keringat, Ibu begitu gembira karena pertanda kami tidak demam lagi.
Saking riangnya buah hatinya sembuh, Ibu pun berkata, "Hari pokenon hita tabusi saruar baru da mang." Ya Tuhan, anak-anak sebaya saya itu kini mayoritas merantau, membuat Ibu dibekap rindu. Dulu, sebelum ada HP, ketika rindu menyerang tiba-tiba, Ibu meluapkannya dengan tangis bersyair, disebut mangandung. Syair andungnya:
"Madung mangan kotu de hulai baya anakki di ratto ni halakan!! Oooooo Anakku Amang... lungun naon daaa mang...
Anakkuuuu... oooo Tuhan ku...
Tolong Anakki di ratto ni halakan baya...
Madung mar taon baya inda mulak anakki...
Lungun naon da mang..."
Acap kali si Ibu mangandung saat menyiangi sawah alias marbabo, mencabut rumput yang mengganggu pertumbuhan padi. Mendengar andung si ibu , seisi sabah bolak pun riuh penuh haru. Lalu ada Ibu lain yang menenangkan dengan berucap, "Madung da akkang i. Hita doaon anakta jadi "halak" di sadun." Tapi lucunya ibu yang menasehati pun ikut menangis kencang.(*)
Penulis:Erman Tale Daulay


